Kamis, 20 Oktober 2011

Ku Titipkan Impianku Padamu - #2

"Selamat Pagi/Siang/Sore/Malam/Ulang tahun(?) semua :D hahahaha,akhirnya setelah sekian lama saya vakum kembali mebawa cerita ni :) Sebelumnya, bagi yg punya tugas buat cerpen, alangkah baiknya jangan sembarang meng-copy. Hmm , gini.. saya susah-susah bikinnya, sampe saya tidur jam 2pagi! bayangin!! karena hari itu juga saya harus sekolah jadi, saya hanya punya waktu tidur 3 jam *.* (sorry, kalo curhat).. :P
Well.. Happy reading :)"

 
Keesokan harinya.
            “Nay, uda siang nih , ayo bangun. Hari ini upacara kan? ”, Pak Brata mengetuk-ngetuk pintu kamar anak tunggalnya itu.
            “Iya Pa, ini juga uda siap-siap.”,balas Alisya setengah memekik.
            “Hmm, buruan ya, Mbok Ina sudah nyiapin sarapan.”, balas Pak Brata lagi.
            “Iya, iya..”, jawaban dari Alisya menyeret Pak Brata meninggalkan pintu kamar anaknya.
‘Nay’ adalah nama panggilan dari ayahnya untuk Alisya, yang memiliki nama lengkap Alisya Shakira Nayyara.
Di dalam kamar, Alisya sibuk membuyarkan seluruh isi lemarinya, dan mengacak-ngacak rak bukunya.
            “Kemana ya? ”, tanyanya gusar dengan dirinya sendiri.
 Ia lalu merampas tas merah tuanya . Dengan tak sabar ia menumpahkan seluruh isi, dan kini semua barang berserakan diatas ranjangnya tampak tak sabar untuk menemukan sesuatu.
            “Astaga !! Disk gue ! Pasti ketinggalan disana !”, Alisya menepak dahinya.
Disk itu adalah disk yang berisi lagu tarian yang diciptakannya sendiri. WING, itulah judul dari kaset itu.
            “Ya sudahlah, ntar aja gue minta tolong dia aja.”,batin Alisya,lantas menyusul ayahnya.
            “Pagi Pa.”, Alisya mendekap tubuh ayahnya dari belakang, hal ini adalah kebiasaannya saat pagi hari. Dia lalu duduk di salah satu kursi.Meja makan itu hanya di duduki oleh mereka berdua saja. Mama Alisya telah meninggal dunia saat melahirkan adiknya, namun sayangnya nyawa adiknya juga ikut terenggut. Sudah 7 tahun berlalu. Sejak hari dimana sang istri meninggalkan dia dan Alisya, sejak 7 tahun yang lalu. Pak Brata bertekad akan mengurus,merawat, serta mendidik Alisya dengan penuh kasih sayang.
            “Jangan lupa nanti…”,Pak Brata berkata.
            “Kalo uda jam istirahat, izin ke guru nanti kita ke rumah sakit sama-sama.”, sela Alisya.
            “Pa, kemaren, dan semalem itu uda lebih dari 5 kali Papa ngingetin aku, jadi sampe kehafal kan.”, lanjutnya lalu diiringi dengan tawaan kecil.
            “Ini semua demi kebaikan kamu Nay.”, mata Pak Brata menerawang, dia lalu mengusap kepala anaknya.
            “Iya Pa, terima kasih atas semuanya.”, jawab Alisya tersenyum seceria mungkin, dia tidak ingin Ayahnya  terlalu khawatir tentang penyakitnya.
Gagal ginjal, karena penyakit ini,Alisya harus dioperasi, dan sudah 3 tahun ini Alisya harus bolak-balik rumah sakit setiap bulan sekali untuk memeriksakan keadaannya, setiap hari ia harus menegak benda kecil pahit yang disebut obat, dan setiap saat penyakitnya bisa saja kambuh membawa kesakitan yang luar biasa.
****
            XII Bahasa 1, seperti kebanyakkan kelas, kelas Alisya begitu riuh, kala itu guru yang seharusnya mengajar berhalangan hadir, mereka telah diberi tugas tetapi malah asyik dengan kegiatan masing-masing,
            “Loh Sya? Kok uda beres-beres buku? “, tanya Diana teman sebangku Alisya.
            “Hah? Gue mau pergi, tapi ntar balik lagi kok Di.”, jawab Alisya sambil membereskan buku-buku diatas mejanya.
            “Pergi? Oh ada urusan keluarga lagi?.”, tanya Diana, dia memperhatikan Alisya yang tengah membereskan bukunya.
            “Hmm, iya Di. Nah gue pergi dulu ya, dari tadi bokap gue telpon mulu ni. Byee.”, jawab Alisya, dia lantas menggendong tas ungu tuanya dan berlari kecil meninggalkan kelas.
            Tidak banyak yang bertanya-tanya dengan perginya Alisya. Sebulan sekali Alisya pasti akan meminta izin keluar sekolah, jika ditanya dia selalu memberikan jawaban yang sama ‘Urusan keluarga’ ,sampai-sampai ada gossip bahwa dia adalah penerus utama suatu perusahaan dan mewajibkannya untuk menghadiri pertemuan penting sebulan sekali. Ada juga gossip yang membuat dia geleng kepala, dia di gossipkan sebagai wanita yakuza dan selama sebulan sekali dia harus melakukan sidak terhadap anak buahnya. Alisya tidak pernah perduli dengan hal yang menurutnya menggangu. Dan dia sama sekali tidak ingin penyakitnya diketahui semua orang, hanya pihak guru saja yang mengetahui penyakit Alisya.
            Langah kaki Alisya telah menuntunnya ke ruang guru, tanpa ragu ia masuk dan menemui guru piket hari itu. Setelah meminta ijin dia keluar dari kantor dan membuat sambungan di BB Torchnya. Alisya menutup handphone, saat temannya , Allena Keysha Yasmine mengiyakan permintaannya. Ditatapnya wallpaper handphonenya, tampaklah 2 orang anak cewek mengenakan tutu, saling merangkul satu sama lain dan tersenyum lebar. Alisya menghela nafas.
            “Nadean, gue kangen nari bareng lo lagi.”, katanya lirih.
                                                                        ***** 
4 tahun sebelumnya.
“Hari ini Ibu akan mengumumkan siapa yang akan menjadi wakil sekolah kita untuk mengikuti kompetisi balet tingkat provinsi.”, ujar guru SMP Alisya dan  Nadean Chorine. Mereka adalah calon peserta yang akan dikirim untuk lomba itu, masing-masing telah berlatih keras, namun tetap saja hanya satu peserta yang boleh diikutkan dalam lomba itu.
            “Ibu harap yang tidak terpilih dapat berlatih lebih giat lagi.”, lanjut sang guru. Lalu Ibu guru membuat beberapa detik jeda, membuat suasana mereka semakin gugup.
            “Selamat Alisya! kamu yang terpilih dalam kompetisi balet.”,lanjut Bu guru tersenyum kepada Alisya. Nadean mulai geram.
            “Ini tidak adil !! tahun lalu bukankah dia juga menjadi wakil kompetisi dansa untuk sekolah kita! Lalu kenapa harus dia lagi! Ibu bilang berlatihlah lebih giat lagi! Aku sudah lakukan itu Bu! Siang malam aku berlatih !! tapi kenapa?!! Kenapa Alisya lagi! Alisya lagi!”,  Nadean menunjuk-nunjuk Alisya dan berteriak-teriak dalam aula itu. Dia sudah tak dapat membendung air matanya lagi. Alisya kaget ,dia tak dapat berkata-kata hanya diam membekam mulutnya dengan tangan kanannya.
            “Dean, kamu harus bisa berbesar hati menerima kekalahan. Kami tidak memilihmu bukan karena kamu tidak bagus, semuanya bagus, tetapi Ibu hanya memlih terbaik diantara terbaik. Kamu paham kan?”, Bu guru mencoba menenangkan Nadean, dia memengang erat bahu Dean.
“Sudahlah! “, dengan kasar, Dean menepis tangan Bu guru.
“Kenapa kamu diam saja Alisya?! Kamu senang kan bisa jadi wakil sekolah kita 2 tahun berturut-turut?! Iya kan?! Liat aja, mulai saat ini aku ga akan pernah kalah darimu! Aku benci kamu Sya!!!”, raung Nadean, air matanya bertambah deras mengalir. Lalu dia berlari keluar aula. Alisya hendak mengejar, namun seketika itu Bu guru menghalangi.
“Sya, biarkan dia sendiri dulu.”, kata Bu guru.
“Tapi Bu…”, jawab Alisya. sang guru hanya menggeleng pelan.
Sejak saat itu, Dean begitu membenci Alisya, mengganggap dia sebagai musuh. Alisya pernah mencoba meminta maaf, tetapi hati Nadean telah terkubur oleh kebencian.
****
            Kenangan pahit saat SMP itu telah lama berlalu, namun Nadean teguh untuk membeci Alisya, meskipun satu sekolah dan dulu bersahabat baik, tetapi mereka tak pernah saling sapa. Nadean  menjadi ambisius. Tak akan berhenti sampai ia puas mengalahkan Alisya.
Dia menggerakkan tubuhnya dengan lincah, dan melihat pantulan dirinya dikaca pada dinding itu. Ruangan itu adalah tempat latihan menari, sudah 4 tahun dia mendalami seni tari di sini.
            “Five Six Seven Eight!”. seorang koreografer menepuk-nepuk tangannya dan mengamati Nadean yang sedang latihan. Nadean nampak serius mengikuti ketukan demi ketukan, Gerakannya begitu mengangumkan.
            “Oke cukup! Pertahankan gerakkan dan stamina seperti tadi Dean!.”, kata sang koreografer, Nadean menghentikan gerakannya. Nafasnya terengah-enggah, keringat mulai bercucuran, sudah 30 menit dia menari. Dia duduk di lantai tempat latihan itu.
            “Dean, lombanya sebulan lagi,kamu bisa memulai debutmu sebagai penari internasional jika kamu memenangkan lomba itu.”, lanjut sang koreografer. Dean mengganguk.
            “Gue tak akan kalah dari Alisya!gue akan lakukain apapun supaya lo tau sakit hati gue saat itu! lihat saja siapa yang akan mewujudkan mimpinya duluan.Gue benci lo Sya. Benci..”, batin Nadean. Kebencian mengalir dalam mimpinya.
**** 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar