Sabtu, 22 Oktober 2011

Ku Titipkan Impianku Padamu - #6


3 tahun kemudian.
Untuk Ayahandaku tercinta,
Papa, maaf aku keras kepala. Maaf aku tidak menurutimu, benar, selama ini aku berlatih diam-diam. Aku punya duplikat kunci masuk ke Universitas Seni Art. Maaf Pa, aku memang anak bandel. Mimpiku terlalu membuatku berambisi. Pa, Terima kasih telah menemaniku sampai akhir hayatku. Sebenarnya aku sudah menduga bahwa umurku tak panjang lagi Pa. Eh Pa, kau tau? Setiap malam diam-diam aku memperhatikanmu. Kau kesepian Pa, kau butuh pendamping hidup. Dari dulu, aku pernah bilang bahwa aku tak keberatan memiliki Ibu tiri, asalkan dia baik dan setia pada Papa. Tapi Papa malah ga mau, itu membuatku sedih Pa. Pa, Bagaimana kalo dengan Ibunya Allena? Tentangga kita, bukankah Ayah dan Ibu Allena telah bercerai? Ibu Allena orang yang baik Pa, dia sering mengantarkanku makanan, rasanya sama seperti rasa masakkan Mama, Hahahahah itu terserah Papa sih.
Pa, walaupun kita tak bisa sama-sama seperti dulu, ingatlah selalu Pa, Nay akan selalu ada di sisi Papa. Nay , Mama, dan adik akan selalu mengawasi Papa dari ‘sana’. Kami sayang Papa :)
Anakmu, Alisya Shakira Nayyara

NB : Pa, tolong donorkan mata Alisya buat Nadean,temen Alisya waktu SMP (Allena tahu), dia mengalami kebutaan karena kecelakaan. Ini permintaan terakhir Alisya Pa. Tolong dikabulkan. Nay mohon…

Pak Brata melipat kertas yang telah remuk itu dan mengenggamnya. Ditatapnya gundukan tanah berhiaskan batu nisan bertuliskan –Alisya Shakira Nayyara- .Dia tersenyum, angin perhalan membelai rambutnya yang telah beruban. Hembusan angin perlahan seperti mengeliling Pak Brata, Ibu Allena, dan Allena. Seperti yang disarankan Alisya dalam suratnya. Pak Brata memutuskan untuk meminang Ibu Allena. Mereka telah menjadi keluarga bahagia. Sekarang mereka tengah berziarah ke makam Alisya.
“Mas, jangan berdiri terus. Alisya mungkin ingin berbincang denganmu.”, seorang wanita paruh baya tengah duduk di samping makam Alisya. Pak Brata menurut.
“Pa,rasakan hembusan angin yang sejuk ini, Alisya nampaknya senang kita mengunjunginya.”, gadis remaja itu mengangkat kedua tangannya, merasakan lembutnya hembusan angin.
“Iya Allena, kau benar.”, mata Pak Brata menerawang batu nisan itu, dia mengusap-ngusapnya.
“Terima kasih Nay, sampai saat terakhir, kau masih memikirkan Ayahmu ini.”, batin Pak Brata.
Hembusan angin itu perlahan pergi, menerbangkan pelan daun-daun yang telah gugur. Samar-samar Pak Brata mendengar sesuatu.
            “Pa, Nay bahagia di sini…Aku sayang kalian”
****
Tepuk tangan digedung itu begitu meriah, lebih dari 5000 penonton hadir di gedung itu. Gedung yang ada di Paris, begitu megah, terdapat banyak lampu sorot, dan benda-benda canggih lainnya menghias gedung itu. Di depannya terdapat panggung yang luar biasa mewah, semua yang tampil di panggung itu adalah orang-orang yang sungguh mempesona banyak orang. Semua yang tampil di panggung itu adalah penari Internasional.
“After this,it’s your turn. Are you ready?.”, staff memberitahu seorang perempuan yang telah selesai dirias, dan memakai kostum balet putih dengan hiasan berwarna perak sebagai hiasannya.
“Sure, I’m ready.”, balas perempuan itu
“Dean,  it’s a bucket of flower for you.”, seorang sttaf mendekati Dean, dengan sebuah buket bunga.
“Thank you.”, ujar Nadean, dia lalu melihat kertas pesan pada buket bunga itu.
“Good Luck for your first show- EFH”, begitulah tulisan di kertas pesan itu. Dia tersenyum dan menelpon sang pengirim bunga.
“Bounjour Honey..”, sapa suara di seberang sana. Nadean tertawa kecil.
“Bounjour Evano, thank you for your bucket. Gimana? Masih bertahan jadi koreografer? ”, balas Nadean.
“Sama-sama. Ya, sambil nunggu pengumuman jadi dosen itu.”,ujar Evano tak berminat.
“Dean, your turn..”, ujar seorang staff tiba-tiba.
“Yes Mr. Brown , thank you.”, jawab Nadean.
“Van, ntar aku telpon lagi. Giliran aku nih. Bye.”, setelah mendengar balasan dari Evano, Nadean memutuskan sambungan telepon. Dia berdiri dan merapikan pakaiannya. Di keluarkannya secarik kertas dari dalam kotak kecil yang sangat cantik di atas meja di depannya. Ditatapnya dalam-dalam kertas yang telah remuk karena terlalu sering dibaca itu. Dia menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Dia lalu berjalan menuju panggung.
 “It will be start on ..3..2..1..Go!.”, seorang staff panggung itu member aba-aba. Musik mulai dimainkan, Nadean mulai menggerakkan tubuhnya dengan gemulai, dia terlihat begitu bersinar dipanggung itu. Riasannya tampak elegan, dan gaunnya menambah kesan anggun pada dirinya.
“Sya, maaf selama ini aku sudah salah paham padamu. Seperti yang kamu pinta padaku, aku akan mewujudkan impianmu. Kamu selalu melihatku dari ‘sana’ kan Sya? Sekarang aku bener-bener wujudin impian kamu, kan Sya?.”, batin Nadean seraya terus menari mengikuti ketukan lagu. Dia menari sambil melisankan surat yang ditulis Alisya untuknya, entah telah berapa kali Nadean membaca surat itu sehingga dia sampai hafal isi surat itu.

Untuk : Sahabatku , Nadean Chorine
Nadean, saat lo baca surat ini. Mungkin aku uda ga ada di tempat yang sama dengan kamu lagi. Penyakit gue uda parah banget. Ahh, itu ga penting, sorry maaf, aku ga bisa nulis surat dengan kata-kata yang puitis.Langsung aja ya, masalah 4 tahun yang lalu waktu kita masih SMP. Aku pengen banget nyerahin posisi gue ke kamu, tapi bu guru ngelanrang ngelarang aku. Lo  kamu juga, waktu itu, kamu ga ngasih ke aku kesempatan buat jelasin semuanya. Gue   Aku nanggis saat kamu bilang , kamu benci sama aku, aku pernah mikir mau bunuh diri saat kamu diemin aku selama setahun lebih. Aku  ga bohong. Kita sudah sama-sama besar, aku ingin kita bertanding secara sportif, aku pengen kamu ngalahin aku dan aku yakin setelah itu kita bisa baikan lagi, iya kan An?? Tapi maaf, kayaknya aku ga bisa ikut lomba itu. Jadi, aku pengen kamu nerusin mimpiku, tolong pakai tarian WING yang telah kubuat untuk lomba itu. Temui orang yang bernama Evano saat pemakamanku, dan menangkan lomba itu bersamanya..  aku titipkan mimpiku padamu. ku relakan mataku untukmu..tolong jaga mata itu, seperti aku menjaga mimpiku. I beg on you…

                                                                   Alisya S Nayyara

Nadean memejamkan matanya, dia telah menyelesaikan tariannya. Tepuk tangan riuh tumpah, membahana, tak sedikit orang berdiri untuk memberikan tepukan tangan.
“Ini buat kamu Sya.. tepukan tangan ini buat kamu.”, batin Nadean.

-FIN-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar