Sabtu, 22 Oktober 2011

Ku Titipkan Impianku Padamu - #5

Sore itu, Alisya kabur dari kamar tidurnya. Dia tak bisa tidur siang dengan nyenyak, dipikirannya selalu terbayang akan seseorang yang pernah menjadi sahabatnya.
            “Permisi.”, sapa Alisya saat membuka pintu sebuah kamar pasien, dia menyeret tiang tempat imfusnya masuk ke ruangan itu. Nampak seorang cewek menoleh dengan tatapan kosong.
            “Siapa?”, tanya Nadean. Namun ia tak mendapat jawaban. Alisya perlahan mendekatinya.
            “Siapa?”, tanya Nadean lagi. Alisya mulai membuka mulutnya.
            “Ini gue Dean, Alisya..”, ucap Alisya lirih. Nadean terkejut,hatinya bercampur aduk.
            “Lo puas kan sekarang?!! Gue ga akan pernah bisa ngalahin lo! Gue ga bisa ikut lomba itu dan jadi penari!! Gue buta Sya!Buta!”, Nadean berteriak.
            “Lo salah An, gue ga seneng dengan se…”, ucap Alisya.
            “DIAM!!! Lo ga usah bicara lagi!! gue benci lo!! Keluar!!!”, Nadean berteriak keras. Seorang suster datang karena kaget dan meminta Alisya untuk kembali ke kamarnya. Sepanjang perjalanan ke kamar Alisya termenung , menundukkan kepalanya, dia menanggis sambil terus menyeret tiang imfusnya. Dia membenci dirinya yang tak pernah bisa menjelaskan bahwa dia sama sekali tak pernah senang melihat Nadean menanggis dan membencinya. Alisya terus terisak, dan menyesali semua yang terjadi.
****
            Evano mendapati dirinya mengendap-ngendap di taman Rumah Sakit Cipto malam itu. Dia berencana mengagetkan seorang perempuan yang tengah duduk di bangku taman. Dia mengengenggam seikat bunga Viscaria. Perempuan itu tidak menyadari kehadiaran Evano, dia sibuk menulis sesuatu di bangku taman itu.
            “Hayoo.. nulis surat cinta ya?.”, ledek Evano, Alisya dengan tergesa-gesa melipat dan menyimpan tulisannya itu di saku sweater rajutnya.
            “Yee.. ada-ada aja sih lo.”, balas Alisya. Tanpa disuruh Evano duduk di sebelah Alisya. Dia masih menyembunyikan bunga yang dibawanya dibelakangnya.
            “Besok lo operasi kan?”, tanya Evano. Alisya tersenyum dan mengganguk.
            Tak terasa, besok Alisya akan dioperasi. Beberapa hari kemarin dia dan Evano mempelajari gerakan tarian WING. Tentu saja, mereka berlatih diam-diam. Evano yang notabene anak seni tari dengan cepat mengahafal gerakan demi gerakan, dan terkadang menciptakan gerakan yang baru. Walaupun tau ini akan mengancam kesehatannya,Alisya harus tetap melakukan ini, dia punya rencana rahasia. Tapi Evano selalu memperhatikan kesehatan Alisya saat sedang latihan, dia takut sewaktu-waktu Alisya akan pingsan atau terjadi kemungkinan yang lebih buruk dari itu.
            “Iya…sekarang aja gue harus puasa, bikin laper.”, ucap Alisya menyandarkan tubuhnya di bangku taman itu. Evano tersenyum geli, lalu menyodorkan seikat bunga Viscaria yang dibawanya kehadapan Alisya.
            “Buat lo..”, ucap Evano malu-malu. Alisya menahan tawa.
            “Lo mau nyuruh gue makan bunga, gitu?”,balas Alisya, tawanya tumpah.
            “Yeee, bukan kali, lo ga peka banget sih. Jadi ga keren kan?”, kata Evano mengacak-ngacak poninya. Alisya menerima bunga itu, dan melemahkan suara tawanya.
            “Sorry, ni gue terima, thanks ya Van. Bunga apaan ni? ”, Alisya mencium bau bunga itu.
            “Viscaria ..”, jawab Evano lalu tersenyum.
            “Viscaria? Gue ga pernah denger..tapi bunganya cantik.”, tanya Alisya sambil terus memperhatikan bunga itu. Evano beranjak dari bangku itu.
            “Dalam bahasa bunga, Viscaria itu berarti ‘Maukah kau berdansa denganku?”, ucap Evano sambil berlutut dengan satu kaki, persis seperti seorang pangeran yang ingin melamar putri.
Hal itu berhasil membuat Alisya tersenyum manis. Dia mengangguk pelan dan menyambut tangan Evano.Evano memainkan i-Podnya lalu menyetel lagu romantis yang biasa terdengar di pesta dansa. Suasana taman saat itu tidak terlalu ramai. Alisya dan Evano tidak terlalu canggung berdansa. Mereka berdansa pelan, kaki mereka digerakkan perlahan mengikuti alunan lagu yang diputar.
“Gue yakin lo pasti sembuh,lo pasti bisa ngujudtin mimpi lo.”, bisik Evano. Alisya tak menjawab , dia memejamkan matanya, terbenam dalam pelukan Evano dan dihanyutkan suasana yang begitu romantis.
“Tuhan terima kasih ,telah Kau berikanku kesempatan untuk hidup hingga hari ini. Tolong jaga orang-orang yang kusayang ketika aku tak ada disisi mereka lagi. Aku sayang mereka.”, batin Alisya. Dia tak menanggis, dia justru tersenyum lembut membayangkan satu per satu orang-orang yang disayangnya.
*****
“Sya, gue selalu doain lo kok.”, Allena menggengam tangan Alisya erat.
“Iya, gue tau, makasi karena lo selama ini uda jadi sahabt baik gue. Pokoknya lo mesti jadi penyanyi internasional ya..”, ucap Alisya seraya tersenyum.
Tanpa terasa, hari ini tiba juga ,hari ini Alisya akan menjalani operasi transplatasi ginjal. Operasinya akan dilaksanakan sebentar lagi.
“Aduh, kata-kata lo kayak ini perpisahan aja sih.”, jawab Allena, Alisya hanya menimpalinya dengan senyuman, dia lalu mengeluarkan dua lembar surat.
“Na, boleh titip ini..kalo gue kenapa-kenapa tolong kasih ini ke bokap gue, terus yang ini ke Nadean. Lo tau Nadean kan?”, pinta Alisya.
“Sya, lo ga butuh surat wasiat kayak gini, umur lo itu masih panjang.”, jawab Alllena.
“Kan kalo, seandainya, kalo gue sehat, tinggal robek aja tuh kertas.hahaha”, canda Alisya.
“Iya deh.. gue yakin lo sembuh kok Sya.”,ujar Allena. Alisya tersenyum tipis.
            “Gue titip bokap gue juga ya Na, maaf selama ini selalu ngerepotin lo.”, kata Alisya berlinang.
            “Iya…sudah ah! jangan bicara kayak gitu lagi.”, jawab Allena.
            Tak lama Pak Brata, Evano, dan beberapa dokter memasukki kamar pasien Alisya.
            “Alisya, masih puasa?”, tanya salah seorang dokter.
            “Iya, masih dok.”, jawab Alisya tersenyum. Sang dokter mulai memeriksakan keadaannya.
            “Operasinya sekitar 2 jam lebih, jadi dimohon bersabar ya Pak.”,terdengar dokter lain bercakap dengan Pak Brata ,Ayah Alisya.
            “Pa.”, panggil Alisya.
            “Iya nak, ada apa?”, Pak Brata langsung mendekati Alisya.
            “Nay sayang banget sama Papa, maaf Nay ga mau nurutin permintaan Papa, Pa, makasih banget ya, selama ini sudah jadi Ayah yang terbaik buat Nay. Nay selalu ada disisi Papa kok, Nay sayang sama Papa.”, Alisya memeluk erat tubuh Papanya, dia mulai menanggis tersedu-sedu.
Seisi ruangan itu tak dapat menutupi keharuan yang luar biasa, termasuk Pak Brata yang memeluk putrinya lebih erat lagi, seolah ini pertemuan terakhir.
            “Papa juga sayang banget sama Nay, walaupun Nay sering bandel, males ke dokter, ga suka bau obat, Papa ga marah kok sayang. Mangkanya Nay harus sembuh ya. Nanti kalo Nay sembuh, Papa daftarin ke sanggar tari paling bagus.”, ucap Pak Brata ,dia berlinang air mata. Dia teringat saat istrinya harus pergi meninggalkan dia dan Alisya.
            “Pak, maaf merusak suasana ini. Kita harus segera melakukan operasi.”,ucap seorang dokter .
Pak Brata melepaskan pelukkannya. Ranjang Alisya mulai didorong menuju ruang operasi. Tangannya digengam Ayahnya, mata Alisya tak lepas ,dia terus menatap Ayahnya. Selama diperjalanan menuju ruang operasi, dia tak henti-henti mengatakan bahwa maaf dan sayang kepada Ayahandanya. Saat terakhir dia masuk ruang Operasi kata-kata yang diucapkannya pun.
            “Nay Sayang Papa, maafkan kelakuan Nay, Nay sayang Papa. Sayang”,

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar